Wednesday, November 21, 2012

Catering vs.Gedung: Dilema Rekanan

Papa mama adalah orang tua yang demokratis sebenarnya. Walaupun mereka berdua kalau sudah percaya suatu hal bisa jadi akan sangat konservatif dan keras kepala sekali. Kayaknya hal ini nurun juga deh ke anaknya J
Well, dalam hal per-wedding-an ini, papa mama memiliki satu hal yang mereka anggap sangat prinsipil: penggunaan vendor catering. Mama punya teman yang sungguh sangat sangat baik hubungannya, bernama ibu Abdul Rachman, istrinya pak Abdul Rachman (menurut lo…). Kita udah bertahoen tahoen banget ya menggunakan jasa si ibu, dari mulai arisan keluarga, sampai acara macem-macem. Jaman dahoeloe, saat adikku ber-sunat ria (it's like 10 tahun yang lalu ya?) dan kita mengadakan acara syukuran di rumah, we invite like hundreds of people and use her catering. We were soooooooooo satisfied. Ibu Abdul rachman (AR) ini catering-nya bernama Laut Tawar.
Catering Laut Tawar ini sungguh enak dan rasanya sangat cocok sekali di lidah kami (dan mayoritas orang). Apa aja masakannya (nasional, internasional, jawa, dlsb), rasanya sangat kaya, sedep, dan cita rasa-nya mahal sekali. Gak ada yang gak enak. Fixed. Catering hotel atau apapun kalah. banget. Porsinya ditanggung buanyuak banget dan ga pernah ada sejarah kekurangan makanan. Selain si ibu sangat royal, Laut Tawar juga sangat jujur, seluruh isi catering pasti keluar dan ga usah diragukan lagi kebersihan dan higienis-nya.  
Ada dua kekurangan si Laut Tawar:
1) Dekornya minimalis sekali. Jadi yang namanya hiasan hiasan itu ya minim. Kalau Cuma masalah taplak dan pinggan –pinggan api sih oke-lah ya, decent dan representative. Tapi kalau masalah menambah bunga, mempackage nasi pindang didalam pincuk daun pisang, apalagi menghias chocolate fountain, nah itu bisa jadi PR banget buat si catering.
2) Regardless decor yang bisa di-work out, yang super jadi kendala adalah… eng ing eng: Catering Laut Tawar ogah bekerja sama dengan gedung sebagai rekanan. Sebagai orang yang cukup sepuh, ibu AR sepertinya ingin “berkarya” secara mandiri dan tidak terikat dengan peraturan dan ketentuan yang diberikan oleh pihak WO ataupun gedung (as we know, pasti ada fee atau features tertentu yang wajib disediakan oleh si catering while mereka berekanan dengan vendor lainnya). Ini yang sepertinya menjadi sumber keengganan si ibu AR dan membuat saya pontang panting setengah mati.
Gedung di Jakarta ini banyak sekali. Tapi yang bisa dijadikan sebagai venue pernikahan itu dikit. Dari yang dikit itu, yang masih available untuk saya book untuk waktu pernikahan yang tinggal 2 bulan itu ya sedikiiiiiiiit sekali (secara orang-orang udah pada book gedung sejak 1-1,5 tahun sebelumnya donk ya..), dari seuprit gedung yang tersisa, yang bisa menampung tamu sesuai dengan jumlah yang kita inginkan lebih dikiiiiit lagi. Dan dari super dikit itu yang mau menyewakan gedung dan tidak ada charge yang lebay untuk vendor non-rekanan……hampir gak ada.
Decision to use catering Laut Tawar near by the dead end. Berasa vonis hukuman mati gak sih ya.. secara dapet gedung aja susah, ini kok ya mintanya macem-macem sekali. Akhirnya menurutku dan si Mas, pilihannya harus legowo antara tidak jadi resepsian di gedung (dan pindah ke wedding hall di komplekku, named The View, at Gema Pesona; will review this later on). Atau justru gimana caranya meng-convince si papa dan si mama untuk tidak jadi menggunakan Laut Tawar (yang lebih mission impossible lagi).
Setelah berhari-hari gak tidur mikirin ini #lebaay; akhirnya kami memutuskan……..
*to be continued ah, udah subuh..*
#nyebelin ;P

No comments:

Post a Comment